Kasus Demam Berdarah Melonjak Di Jawa Tengah: RS Kewalahan
Kasus Demam Berdarah dari Provinsi Jawa Tengah tengah menghadapi lonjakan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah per Mei 2025, tercatat lebih dari 12.000 kasus DBD dilaporkan dari berbagai kabupaten dan kota, menjadikannya angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Kenaikan ini dinilai sangat signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencatat sekitar 4.500 kasus.
Beberapa daerah dengan angka tertinggi antara lain Kota Semarang, Kabupaten Kudus, Banyumas, serta Surakarta. Di Semarang sendiri, tercatat lebih dari 2.300 kasus dengan 18 pasien meninggal dunia. Peningkatan ini mulai terasa sejak awal Maret 2025, bertepatan dengan musim penghujan yang berkepanjangan, mengakibatkan banyak genangan air dan tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Dr. Siti Handayani, menyebut bahwa cuaca ekstrem dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk (PSN) menjadi dua faktor utama lonjakan kasus. “Banyak masyarakat masih mengabaikan potensi bahaya genangan air di lingkungan rumah. Selain itu, perubahan iklim yang menyebabkan tingginya kelembapan turut mempercepat siklus hidup nyamuk pembawa virus DBD,” ujarnya.
Fenomena ini turut menimbulkan kekhawatiran serius karena sejumlah kasus menunjukkan gejala yang berat atau berujung pada kematian. Pasien anak-anak mendominasi jumlah korban, karena daya tahan tubuh mereka lebih lemah terhadap infeksi virus dengue. Beberapa rumah sakit di daerah bahkan mencatatkan tingkat keterisian tempat tidur hingga 100%, membuat pasien baru harus menunggu dalam antrean panjang untuk mendapatkan perawatan.
Kasus Demam Berdarah jika tidak segera ditangani secara komprehensif, dikhawatirkan wabah DBD ini akan terus menyebar ke lebih banyak wilayah dan memakan lebih banyak korban jiwa, mengingat pola penularannya yang cepat dan meluas.
Rumah Sakit Di Berbagai Kota Kewalahan Tangani Pasien Kasus Demam Berdarah
Rumah Sakit Di Berbagai Kota Kewalahan Tangani Pasien Kasus Demam Berdarah tidak hanya berdampak pada masyarakat, namun juga menyebabkan tekanan luar biasa pada sistem pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit rujukan utama. Banyak rumah sakit di kota-kota besar seperti Semarang, Solo, dan Purwokerto kini melaporkan tingkat keterisian ruang rawat inap yang melebihi kapasitas, khususnya di unit perawatan anak dan ruang intensif.
Di RSUD Kariadi Semarang, salah satu rumah sakit terbesar di provinsi tersebut, pasien demam berdarah terus berdatangan dalam jumlah besar setiap harinya. Direktur RSUD Kariadi, dr. Budi Rachman, menyatakan bahwa dalam satu minggu terakhir, pihaknya menerima rata-rata 80 pasien baru DBD per hari. “Kamar rawat inap sudah penuh sejak dua minggu lalu. Kami bahkan harus membuka ruang perawatan darurat di lorong-lorong dan aula rumah sakit,” ungkapnya.
Situasi serupa terjadi di RSUD dr. Moewardi, Solo. Rumah sakit ini kini harus memberlakukan sistem triase ketat, memprioritaskan pasien dengan gejala berat untuk dirawat lebih dahulu, sementara pasien dengan gejala ringan diminta untuk rawat jalan atau dirujuk ke puskesmas. Langkah ini terpaksa diambil untuk menghindari kolapsnya pelayanan medis karena keterbatasan tenaga medis dan fasilitas.
Para tenaga kesehatan pun mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Banyak perawat dan dokter bekerja dalam waktu lebih dari 12 jam per hari, dengan beban kerja tinggi dan minim istirahat. Asosiasi Tenaga Kesehatan Indonesia (ATKI) mengeluarkan peringatan bahwa situasi ini berisiko menurunkan kualitas pelayanan dan memperbesar kemungkinan kesalahan dalam penanganan pasien.
Selain beban jumlah pasien, rumah sakit juga mulai mengalami kekurangan pasokan kebutuhan medis penting seperti cairan infus, alat uji laboratorium, dan persediaan darah. Palang Merah Indonesia (PMI) menyatakan bahwa permintaan darah trombosit meningkat hampir dua kali lipat dari biasanya, terutama untuk pasien anak yang mengalami penurunan trombosit secara drastis.
Upaya Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Menekan Penyebaran
Upaya Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Menekan Penyebaran kini tengah melakukan. Berbagai langkah taktis untuk mengatasi wabah demam berdarah yang semakin meluas. Sejak awal Mei 2025, Gubernur Ganjar Pranowo telah menginstruksikan seluruh kepala daerah kabupaten/kota untuk mengaktifkan Posko Siaga DBD serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Langkah utama yang digencarkan adalah kembali mengaktifkan program 3M Plus: Menguras tempat penampungan air,. Menutup rapat tempat penyimpanan air, dan Mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air. Tambahan dari program ini adalah penggunaan larvasida, pemasangan kelambu, serta edukasi masyarakat secara massif melalui kampanye di media sosial dan sekolah.
Di berbagai kota seperti Purworejo dan Pati, aparat desa bersama tim Puskesmas dan relawan. Karang Taruna melakukan inspeksi rumah ke rumah untuk memeriksa potensi jentik nyamuk. Masyarakat juga diminta aktif melapor jika menemukan gejala-gejala demam berdarah di lingkungan sekitar agar dapat dilakukan fogging secara cepat. Namun, petugas kesehatan mengingatkan bahwa fogging bukan solusi utama, melainkan hanya untuk memutus siklus penularan sementara.
Pemerintah juga menggandeng sekolah dan madrasah dalam program “Sekolah Bebas Jentik” di mana siswa dan guru dilibatkan secara aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Inisiatif ini disambut baik oleh masyarakat karena dinilai mampu menumbuhkan kesadaran sejak usia dini terhadap bahaya demam berdarah.
Di sisi lain, sejumlah kota telah mengembangkan inovasi berbasis teknologi, seperti sistem. Pelaporan online jentik nyamuk dan penggunaan drone untuk memantau wilayah dengan risiko tinggi. Kabupaten Banyumas bahkan telah memasang alat deteksi suhu dan kelembaban otomatis di beberapa titik untuk memperkirakan potensi lonjakan nyamuk.
Selain itu, penyuluhan oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama juga terus digalakkan, mengingat pendekatan sosial-budaya. Terbukti lebih efektif dalam mengubah perilaku warga dibandingkan hanya melalui imbauan resmi pemerintah. Beberapa komunitas juga mulai membuat gerakan kampung bebas nyamuk secara swadaya dengan sistem piket mingguan.
Peran Edukasi Dan Pencegahan Dini Sangat Ditekankan
Peran Edukasi Dan Pencegahan Dini Sangat Ditekankan, edukasi dan deteksi dini menjadi. Kunci utama dalam mengurangi angka kematian dan mempercepat penanganan. Banyak kasus yang menjadi fatal karena keterlambatan pengenalan gejala atau penanganan yang tidak tepat di tahap awal.
Dinas Kesehatan bersama instansi pendidikan dan media lokal kini gencar melakukan kampanye informasi gejala awal DBD. Seperti demam tinggi mendadak, nyeri otot dan tulang, munculnya bintik merah di kulit, serta penurunan trombosit yang dapat menyebabkan pendarahan. Masyarakat diminta untuk segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan jika gejala tersebut muncul, tanpa menunggu demam turun.
Salah satu upaya edukasi yang menonjol adalah pelatihan kader kesehatan di setiap kelurahan. Yang kini dijadikan sebagai ujung tombak pemantauan kasus di wilayahnya. Kader ini dibekali dengan pengetahuan tentang pengenalan gejala, teknik PSN. Serta cara memberikan pertolongan pertama sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit.
Selain itu, berbagai stasiun televisi lokal, radio komunitas, dan platform media sosial digunakan. Secara intensif untuk menyebarkan video edukasi, infografis, serta panduan penanganan dini DBD. Banyak konten kreatif bahkan dibuat dalam bentuk bahasa daerah untuk menjangkau masyarakat pedesaan yang akses informasinya lebih terbatas.
Program “Keluarga Tanggap DBD” mulai diperkenalkan di beberapa kota sebagai bentuk gerakan mandiri masyarakat. Program ini mengajak setiap keluarga untuk memiliki kotak pertolongan pertama, alat pengukur suhu, serta pemahaman dasar tentang DBD. Langkah preventif di rumah seperti memasang kelambu, rutin membersihkan tempat penampungan air, serta penggunaan lotion anti-nyamuk juga terus dianjurkan.
Dengan kesadaran dan pengetahuan yang merata, diharapkan masyarakat Jawa Tengah bisa lebih siap menghadapi ancaman DBD. Karena dalam situasi krisis kesehatan seperti ini, pencegahan dan edukasi. Adalah garda terdepan sebelum fasilitas medis menjadi pilihan terakhir dari Kasus Demam Berdarah.